Gudeg Jogja
Makana Indonesia adalah makana yang pas untuk lidah setiap manusia, kenapa, karna makanan indonesia, kebanyakan di buat dari beberapa rempah rempah alami hasil bumi, membuat siapa saja yang mencobanya, ingin merasakan lagi dan lagi, kali ini akan membahas makana indoensia yang bermana gudeg, asal yogyakarta, terkenal dengan rasa nya yang enak, dan perbaduan bumbu yang mantap, banyak orang yang sudah menyukainya.
Resep membuat gudeg Yogyakarta
Bahan-bahan
1 kg nangka muda, potong kecil-kecil
2 lembar daun salam
1 kerat lengkuas, memarkan
§Bumbu yang dihaluskan[sunting]
10 butir bawang merah
3 siung bawang putih
1/2 sdt ketumbar
4 butir kemiri
250 gr gula merah
garam
Cara Memasak
Rebus dalam kuali, nangka dengan bumbu halus dan air secukupnya hingga nangka empuk dan berwana merah, angkat
Diamkan 1 malam dalam kuali
Hidangkan dengan tuangi areh di atasnya.
§Resep Opor Ayam Gudeg[sunting]
§Bahan-bahan[sunting]
2 ekor ayam kampung, potong-potong
1½ gelas santan
bawang goreng
§Bumbu yang dihaluskan
6 butir bawang merah
5 siung bawang putih
5 butir kemiri
1 sdt ketumbar
1/2 sdt jintan
1 sdt merica
1 kerat lengkuas
1 batang serai
3 lembar daun jeruk purut
sedikit gula merah
garam
Cara Memasak
Tumis bumbu halus hingga harum, masukkan ayam, aduk rata
Masak sambil ditutup pancinya, hingga ayam berubah warna
Tuangkan santan, masak hingga ayam empu dan matang, angkat
Hidangkan dengan ditaburi bawang goreng.
Sejarah Gudeg
Gudeg, makanan khas jogja adalah salah satu makanan khas yang diminati oleh beberapa orang, rasanya yang khas dan manis membuat orang mudah ingat dengan makanan yang satu ini, gudeg adalah buah nangka muda (gori) direbus di atas tungku sekitar 100 derajat celcius selama 24 jam untuk menguapkan kuahnya. Sebagai lauk pelengkap, daging ayam kampung dan telur bebek dipindang yang kemudian direbus. Sedangkan rasa pedas merupakan paduan sayur tempe dan sambal krecek.
Gori atau nangka muda, adalah bahan baku utama gudeg yang lebih umum dikenal. Sebab di masa lalu, bahan baku ini sangat mudah diperoleh di kebun-kebun milik masyarakat Jogyakarta, dulu orang Jogya hanya mengenal satu jenis gudeg, yakni gudeg basah. Gudeg kering dikenal setelahnya, sekitar 57-an tahun dari saat sekarang ini. Hal ini setelah orang-orang dari luar Jogja mulai membawanya sebagai oleh-oleh. Keuntungannya, gudeg pun tumbuh sebagai home industry makanan tradisional di Jogja.
Banyak wisatawan yang berkunjung ke Jogja dan rasanya kurang lengkap jika belum menyantap gudeg di tempat ini. Tidak hanya rasanya tapi juga kemasan gudeg atau oleh-oleh khas Jogja ini dikemas menarik dengan menggunakan ‘besek’ (tempat dari anyaman bambu) atau menggunakan ‘kendil’ (guci dari tanah liat yang dibakar). Melengkapi sajian nasi gudeg akan lebih pas disertai minuman teh gula batu. Dijamin Anda akan ketagihan.
Warung gudeg yang berderet di sebelah selatan Plengkung Tarunasura (Plengkung Wijilan) ini memiliki sejarah panjang. Ibu Slamet adalah orang pertama yang merintis usaha warung gudeg di tahun 1942.
Beberapa tahun kemudian warung gudeg di daerah itu bertambah dua, yakni Warung gudeg Campur Sari dan Warung Gudeg Ibu Djuwariah yang kemudian dikenal dengan sebutan Gudeg Yu Djum yang begitu terkenal sampai sekarang.
Ketiga warung gudeg tersebut mampu bertahan hingga 40 tahun. Sayangnya, tahun 1980’an Warung Campur Sari tutup. Baru 13 tahun kemudian muncul satu lagi warung gudeg dengan label Gudeg Ibu Lies. Dan sampai sekarang, warung gudeg yang berjajar di sepanjang jalan Wijilan ini tak kurang dari sepuluh buah.
Gudeg Wijilan memang bercita rasa khas, berbeda dengan gudeg pada umumnya. Gudegnya kering dengan rasa manis. Cara memasaknya pun berbeda, buah nangka muda (gori) direbus di atas tunggu sekitar 100 derajat celcius selama 24 jam untuk menguapkan kuahnya.
Sebagai lauk pelengkap, daging ayam kampung dan telur bebek dipindang yang kemudian direbus. Sedangkan rasa pedas merupakan paduan sayur tempe dan sambal krecek.
Ketahanan gudeg Wijilan ini memang cocok sebagai oleh-oleh, karena merupakan gudeg kering, maka tidak mudah basi dan mampu bertahan hingga 3 hari. Tak heran jika gudeg dari Wijilan ini sudah “terbang” ke berpabagi pelosok tanah air, bahkan dunia.
Harganya pun variatif, mulai dari Rp 20.000,- sampai Rp 100.000,-, tergantung lauk yang dipilih dan jenis kemasannya. Bahkan ada yang menawarkan paket hemat Rp 5.000, dengan lauk tahu, tempe, dan telur.
Seperti kemasan gudeg-gudeg di tempat lain, oleh-oleh khas Jogja ini dapat dikemas menarik dengan menggunakan ‘besek’ (tempat dari anyaman bambu) atau menggunakan ‘kendil’ (guci dari tanah liat yang dibakar). Yang lebih unik, beberapa penjual gudeg Wijilan ini dengan senang hati akan memperlihatkan proses pembuatan gudegnya jika pengunjung menghendaki.
Bahkan, di warung Gudeg Yu Djum menawarkan paket wisata memasak gudeg kering bagi Anda yang ingin memasak sendiri. Anda akan mendapat arahan langsung dari Yu Djum dengan logat khas jogja-nya yang kental.
Seharian penuh Anda akan belajar membuat gudeg, dari mulai merajang ‘gori’, meracik bumbu, membuat telur pindang, sampai mengeringkan kuah gudeg di atas api. Melengkapi sajian nasi gudeg Wijilan akan lebih pas disertai minuman teh poci gula batu. Dijamin anda akan ketagihan. Ada lagi yang unik, gudeg “darah”..
Lha itu kan gudeg rasa “Jawa”, kalau nggak suka rasa “Jawa” yang manis itu trus gimana ? Nggak usah kuatir bos, karena sekarang sudah banyak gudeg yang rasanya nasional, enak bagi siapa saja yang melahapnya. Rasanya gurih, walaupun masih ada sedikit sekali rasa manisnya, tetep rasanya mak nyus bagi lidah-lidah yang nggak terbiasa rasa manis.
Bagi anda yang ingin bersantap nikmat, Gudeng Permata barangkali bisa menjadi salah satu pilihan. Bukan hanya yang belum pernah menjajal menu gudeg, bahkan yang sudah terbiasa pun, Gudeg Permata layak untuk dicoba. Bukan saja soal rasa yang pas di lidah, tapi Gudeg Permata juga dikenal pas di kantong. Sehingga menu khas Jogja satu ini, relatif bisa diterima banyak kalangan, entah itu warga Jogja sendiri, ataupun warga luar kota yang sedang di Jogja.
Gudeg Bu Pujo atau dikenal dengan Gudeg Permata, karena lokasinya berada di sisi barat areal Gedung Bioskop Permata. Begitu terkenalnya Gudeg Permata sehingga banyak orang ‘gede’ yang menjadi langganan atau menyempatkan mampir untuk mencicipi Gudeg Permata. Sebut saja Sri Sultan HB X, almarhum Sri Paku Alam VIII, Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto, Andi Mallarangeng yan kini menjadi Menpora, serta kalangan artis termasuk Rano Karno.
Ketika Bu Pujo masih ada, Sultan HB X sering memesan nasi Gudeg Permata. Jika Sri Sultan HB X atau keluarga kraton datang memesan, biasanya pembeli yang lain tahu diri. Demikian pula jika almarhum Sri Paku Alam VIII atau keluarganya memesan maka pembeli yang lain bersedia menunggu hingga giliran mereka tiba. Menu andalan Gudeg Permata sejak dulu hingga sekarang masih tetap sama, yaitu sambal krecek dan cita rasa gudeg. Sambalnya cukup pedas sehingga orang Sumatra pun menyukainya. Rasa gudegnya tidak terlalu manis seperti kebanyakan gudeg Jogja.
Bagi orang Jogja atau luar Jawa yang tidak suka masakan manis, mereka merasa cocok dengan Gudeg Permata. Saat ini, Bu Pujo sendiri sudah meninggal sehingga Gudeg Permata diteruskan oleh Wati, putri ketiga almarhum. Meskipun Bu Pujo sudah meninggal, namun rasa Gudeg Permata tidak berubah karena Wati mewarisi resep-resep jitu gudeg dari Bu Pujo. Wati memang dipercaya untuk meneruskan ‘Dinasti Gudeg Permata’ yang dirintis sang ibu.
Konon, Bu Pujo memulai usaha sebelum tahun 1951. Awalnya, ia membantu sang ibu, Marto Surip (almarhum) berjualan gudeg di Pasar Ketandan (utara Pasar Beringharjo). Sebelum ibunya (Marto Surip) meninggal, Bu Pujo berusaha berdikari dengan membuka usaha gudeg di Gedung Bioskop Luxor (kini bernama Gedung Bioskop Permata) sekitar tahun 1951. “Dapat tempat di sana juga atas izin pemilik Gedung Bioskop Luxor,” jelas Pak Pujo. Saat itu pembeli maupun langganannya belum banyak, suasananya pun masih sepi. Sebelum krisis ekonomi tahun 1998, sebenarnya banyak penonton Bioskop Permata yang makan gudeg setelah nonton fi lm yang diputar pada pukul 19.00 dan 21.00 WIB. Lama-kelamaan, banyak orang yang suka dengan masakan gudeg dan sambal buatan Bu Pujo. Pembeli dan langganan hasil gethok tular (dari mulut ke mulut) tersebut mulai bertambah banyak sehingga usaha gudeg Bu Pujo pun semakin dikenal.
Masa keemasan gudeg Bu Pujo yang kini terkenal dengan trade mark Gudeg Permata terjadi sebelum krisis ekonomi. Keuntungan dari hasil jualan gudeg juga sudah bisa dinikmati. Terbukti, almarhum bisa menyekolahkan dua dari tiga putrinya di perguruan tinggi, memperbaiki rumah, bahkan menyisihkan sebagian uang untuk menabung. Setiap hari, kecuali Minggu, Gudeg Permata buka mulai pukul 21.00 hingga 01.00 dini hari. Menurut Wati, resep sukses Gudeg Permata selain menu gudeg yang khas Bu Pujo, ia juga sangat memperhatikan cara men-service pembeli dan langganan. Masa ‘panen’ rizki biasanya terjadi selama bulan Ramadhan, sehari setelah lebaran, dan tahun baru. Setiap hari, hanya dalam waktu lima jam, yaitu mulai pukul 21.00 hingga 01.00., bisnis gudegnya mampu menghabiskan 25 ayam kampung dan 200 telur itik. Dari situ bisa dibayangkan betapa banyaknya pembeli yang antre. Sedangkan kapasitas
tempat duduk lesehan yang tersedia mampu menampung sekitar 100 orang. Setiap hari, rata-rata Gudeg Permata melayani hingga 200 orang pembeli. Bahkan jika malam Minggu, pembelinya bisa lebih dari 200 orang.
0 comments:
Post a Comment